Kontroversi Penambahan Batalyon TNI di Aceh: Strategi Pembangunan atau Ancaman Perdamaian

Indonesia Investigasi

 

Aceh, Indonesia – Rencana penambahan empat batalyon TNI di Aceh memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan. Beberapa pihak melihat langkah ini sebagai strategi untuk memperkuat ketahanan nasional dan mendorong pembangunan, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap perdamaian yang telah terjalin sejak MoU Helsinki 2005.

 

Bacaan Lainnya

Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Herman Fithra, menyambut baik penambahan batalyon tersebut dengan alasan bahwa TNI memiliki peran penting dalam mendukung ketahanan pangan dan ekonomi. “TNI tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga berperan dalam optimalisasi lahan tidur dan program pembangunan nasional,” ujar Herman dalam sebuah pernyataan.

 

Namun, suara penolakan juga muncul dari berbagai kalangan. Front Mahasiswa Pemuda Anti Kekerasan (FOMAPAK) menilai kebijakan ini dapat mencederai MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian antara pemerintah Indonesia dan mantan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Aceh saat ini sudah kondusif, penambahan batalyon justru berpotensi memunculkan ketegangan baru,” kata seorang juru bicara FOMAPAK.

 

Anggota DPD RI asal Aceh, Haji Uma, turut memberikan pandangan kritis. Ia menekankan bahwa prioritas saat ini seharusnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui investasi di bidang ekonomi dan pendidikan, bukan penambahan pasukan militer. “Aceh membutuhkan pembangunan berbasis masyarakat, bukan militerisasi lebih lanjut,” tegasnya.

 

Di tengah polemik ini, pemerintah diminta untuk transparan dalam menjelaskan urgensi kebijakan tersebut serta memastikan bahwa langkah yang diambil tidak bertentangan dengan semangat perdamaian. Publik Aceh berharap adanya dialog terbuka agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan bersama dan tidak menjadi pemicu ketidakstabilan baru di wilayah yang telah lama berjuang menjaga perdamaian.

 

 

Nurhalim

Pos terkait