Indonesia Investigasi
Disusun oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,
Revisi KUHP di Indonesia membawa janji besar untuk menyelesaikan berbagai kendala yang selama ini menjadi penghambat dalam penegakan hukum. Secara historis, KUHP yang lama sering dianggap kaku, tidak relevan dengan perkembangan zaman, dan bahkan menjadi sumber ketidakadilan dalam beberapa kasus. Namun, keberanian untuk melakukan revisi ini tidak boleh berujung pada penciptaan problematika baru yang justru mempersulit pencarian keadilan.
Salah satu kendala utama KUHP sebelumnya adalah kerangka hukum yang tidak sinkron dengan nilai-nilai lokal dan budaya Indonesia. Produk kolonial ini sering kali tidak memperhatikan konteks masyarakat yang lebih kompleks dan beragam, sehingga praktik hukumnya terasa asing dan tidak membumi. Revisi KUHP hadir untuk memperbaiki kekeliruan ini dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal. Langkah ini seharusnya membawa penyelesaian, bukan menambah kebingungan akibat multitafsir pada beberapa pasal.
Selain itu, kurangnya pendekatan humanis menjadi persoalan mendasar dalam KUHP lama. Sebelumnya, hukum pidana lebih terfokus pada hukuman retributif, yang hanya menitikberatkan pada pemberian sanksi tanpa mempertimbangkan rehabilitasi maupun pemulihan korban. Dalam revisi KUHP, pendekatan keadilan restoratif dan rehabilitatif menjadi solusi yang patut diapresiasi. Dengan ini, sistem hukum dapat menjadi lebih manusiawi, sekaligus memberikan jalan keluar yang lebih permanen untuk mencegah pelanggaran berulang.
Namun, keberhasilan revisi ini juga sangat bergantung pada penerapan mekanisme “check and balance” antar aparat penegak hukum dan praktisi seperti polisi, jaksa, hakim, dan advokat. Dalam sistem KUHP lama, sering kali terjadi tumpang tindih kewenangan atau bahkan penyalahgunaan kekuasaan yang mengakibatkan ketidakadilan. Mekanisme check and balance diperlukan untuk memastikan bahwa setiap elemen penegak hukum bekerja secara harmonis, saling mengawasi, dan tidak ada pihak yang bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya pengawasan yang ketat dan transparan, revisi KUHP dapat menjamin keadilan yang sesungguhnya, tanpa adanya dominasi satu lembaga di atas yang lain.
Kendala lain dalam KUHP lama adalah minimnya perlindungan hak minoritas, baik dari segi, maupun etnisitas. Dalam revisi KUHP, ada harapan besar bahwa sistem hukum baru tidak hanya melindungi mayoritas, tetapi juga melindungi semua lapisan masyarakat secara setara. Idealnya, revisi ini harus memberikan ruang untuk dialog inklusif yang merangkul semua pihak, sambil memastikan bahwa aparat penegak hukum mematuhi prinsip-prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi.
Penegakan hukum di masa lalu juga kerap terhambat oleh ketidakjelasan prosedur dan multitafsir pada banyak aturan. Revisi KUHP dituntut untuk menawarkan kerangka hukum yang lebih jelas, terstruktur, dan dapat diterapkan dengan konsisten. Dalam konteks ini, check and balance juga berperan untuk memastikan interpretasi hukum yang seragam di semua level sistem peradilan, sehingga tidak terjadi kesenjangan implementasi hukum di lapangan.
Selanjutnya, revisi KUHP yang baik harus mampu mengurangi tumpang tindih regulasi dan peraturan lain yang sering terjadi sebelumnya. KUHP yang lama sering bentrok dengan berbagai aturan lain di tingkat lokal maupun nasional. Harmonisasi hukum menjadi salah satu target revisi ini agar Indonesia memiliki sistem hukum yang lebih terintegrasi.
Di tengah harapan besar ini, perlu dicatat bahwa revisi KUHP bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju penegakan hukum yang lebih baik. Tidak hanya pasal yang menjadi sorotan, tetapi juga cara penerapan hukum dalam kehidupan sehari-hari. Perlu ada pelatihan khusus bagi aparat hukum agar revisi ini tidak hanya menjadi formalitas di atas kertas. Selain itu, pembentukan komisi independen untuk mengawasi penerapan prinsip check and balance dapat menjadi langkah konkret untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Dengan desain ulang yang cermat dan evaluasi terus-menerus, revisi KUHP seharusnya dapat menjadi solusi untuk kendala lama tanpa menciptakan luka baru. Apa yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen kuat dari semua pihak untuk memastikan bahwa perubahan besar ini benar-benar mengarah pada kebaikan bersama. Jangan sampai, revisi yang seharusnya menjadi cahaya terang, justru menciptakan bayangan baru dalam penegakan hukum kita.
Nurhalim