By Zeng Wei Jian
Indonesia investigasi
Jakarta – PPN 12% (naik 1%) jadi issue politik, bukan lagi masalah kepentingan rakyat. Apa lagi stabilitas proyeksi pembangunan negara. PDIP sama sekali ngga punya standing untuk brizik apalagi tolak.
PKS lebi punya kepantasan menolak. Tetapi berubah sikap setelah dijelasin. PPN 12% demi performa penerima negara, mendukung pembangunan, keseimbangan fiskal, dan pembiayaan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Cash negara perlu diperkuat. Pajak salah satu instrument. Mau ngutang aja, negara butuh performa keuangan yang bagus. Baru debitor percaya.
PDIP cari panggung. Ingin disebut pembela “wong cilik”. Tetapi jadi inisiator UU Nomor 7 tahun 2021. Buang badan. Nyalain Jokowi. Laah saat itu Jokowi adalah Kader PDIP kok.
Faksi Prananda, Hasto, Ginanjar, Sitorus, Adian punya 2 obyektif; Delegitimasi Pemerintahan Prabowo-Gibran dan Down-grade Puan Maharani yang Ketua DPR waktu Ketok Palu UU menaikan PPN 12% di tahun 2025.
Mereka mungkin tau bahwa Prabowo-Gibran akan cari solusi tunda PPN 12%. Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar bahkan rilis statement “Pemerintah akan tunda”.
Pemerintah tentu ga mau tampak kalah/tunduk ditekan Partai Katro macam PDIP. Sikap akan mengeras. Bila tetap dengan rencana awal tunda PPN 12% maka yang dapet point seolah PDIP.
Pajak, by consensus, dianggap perlu supaya masyarakat berfungsi & bertumbuh. Penganut Libertarian, anarcho-capitalist, dan khilafah tolak pajak. Menganggapnya sebagai “pencurian” dan pemaksaan negara dengan kekerasan.
Ada yang duga, oknum jahat PDIP beroperasi & jadi donatur Gerakan Rasis Said Didu cs. Andaikata sindikat 2 pihak ini sukses menjatuhkan Pemerintah Prabowo-Gibran, maka duel Ronde 2 di antara mereka akan pecah. Rebutan siapa juaranya. Indonesia ga akan perna stabil karena adanya orang-orang ini.*
(ZWJ/FL)
THE END