Memperkuat Pilar Demokrasi Digital: Kolaborasi PWI, AJI, dan GeRAK Bireuen dalam Meneguhkan Kebebasan Pers

Indonesia Investigasi

 

Bireuen – Dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day) 2025, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bireuen bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen dan LSM Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) menginisiasi sebuah diskusi panel reflektif bertajuk “Melalui Kebebasan Pers, Kebenaran dan Demokrasi Terwujud: Tanpa Kebencian dan Disinformasi.” Forum ini diselenggarakan pada Kamis, 15 Mei 2025, di Coffee SB Premium, Bireuen.

 

Bacaan Lainnya

Diskusi ini menjadi ruang strategis untuk merespons tantangan kontemporer kebebasan pers dalam lanskap digital yang sarat disrupsi informasi. Selain memperkuat peran jurnalisme sebagai fondasi demokrasi, kegiatan ini juga bertujuan membangun kesadaran kolektif tentang bahaya disinformasi, ujaran kebencian, dan pentingnya sinergi antaraktor sosial-politik demi ekosistem informasi yang sehat dan beradab.

 

Wakil Bupati Bireuen, Ir. H. Razuardi, M.T., dalam sambutannya menegaskan urgensi kolaborasi konstruktif antara pemerintah dan insan pers.

“Di era keterbukaan ini, pers harus tampil sebagai penggerak informasi yang mencerahkan, bukan sekadar menyampaikan, tetapi juga membangun. Hubungan yang saling transparan antara pemerintah dan media menjadi kunci bagi pembangunan daerah yang partisipatif,” ungkapnya.

Diskusi terbagi dalam beberapa sesi tematik yang membedah dimensi kebebasan pers dari berbagai perspektif. Desi Safnita bertindak sebagai moderator yang memandu jalannya dialog dengan peserta lintas sektor: wartawan, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan akademisi.

 

Ketua AJI Bireuen, Anas, membuka sesi pertama dengan pemaparan berjudul “Ancaman Kebebasan Pers di Era Digital,” menyoroti bagaimana tekanan terhadap jurnalis kini lebih tersmelubung, namun tetap sistemik.

Ketua PWI Bireuen, Ariadi B. Jangka, melanjutkan dengan mengulas “Etika dan Kode Etik Jurnalistik,” yang menurutnya menjadi fondasi moral yang tak dapat ditawar dalam praktik jurnalistik yang independen dan berintegritas.

 

Kapolres Bireuen, AKBP Tuschad Cipta Herdani, S.I.K., M.Med.Kom., dalam paparannya yang komunikatif dan terbuka, menjelaskan dinamika cyber threat dan penggunaan UU ITE. Ia menggarisbawahi bahwa sebagian besar serangan digital berasal dari individu yang bermotif ekonomi maupun sabotase reputasi, yang berimplikasi luas terhadap ketahanan informasi publik.

 

Salah satu pemikiran kritis disampaikan oleh Dr. Teuku Kemal Pasha, S.Sos., M.Hum., akademisi dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe. Ia membedah posisi pers sebagai pilar demokrasi yang kini berada dalam ambiguitas etis akibat relasi kuasa dengan institusi negara.

“Di Aceh, banyak media cetak dan elektronik berada dalam posisi dilematis. Mereka enggan mengkritik pemerintah karena tergantung pada pendanaan iklan dan kerja sama birokratis. Ini menjadi paradoks dalam kebebasan pers kita, di mana independensi dikorbankan atas nama keberlangsungan,” kritik Kemal secara lugas namun reflektif.

Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga identitas lokal dalam gelombang globalisasi informasi yang cenderung homogen.

 

Pada sesi penutup, Wendy Yuhfrizal, S.H., Kasi Intelijen Kejari Bireuen, mengulas aspek hukum terkait hoaks, disinformasi, dan literasi digital. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus berjalan beriringan dengan edukasi publik agar masyarakat tidak menjadi korban atau pelaku penyebaran informasi palsu.

 

Koordinator GeRAK Bireuen, Murni M. Nasir, dalam pernyataannya menyampaikan apresiasi atas kolaborasi lintas lembaga ini, serta menyebutnya sebagai langkah konkret dalam mewujudkan demokrasi yang resiliens dan inklusif.

“Pers yang bebas dan independen adalah prasyarat mutlak demokrasi yang sehat. Melalui kegiatan ini, kami ingin memperkuat pemahaman masyarakat bahwa media memiliki mandat mengawasi kekuasaan, bukan menjadi bagian darinya,” ujarnya.

 

Kegiatan yang turut didukung oleh Program Demokrasi Resiliensi (DemRes) GeRAK Aceh ini juga menghadirkan berbagai pejabat daerah, di antaranya Anggota DPRK Nova Syamaun, Ketua Panwaslih Rahmad, S.Sos., M.AP., Kadis Kominfo M. Zubair, S.H., M.H., Kadis Pendidikan Dr. Muslim, M.Si., dan Kadis Kesehatan dr. Irwan. Juga turut hadir mahasiswa dari Univeraitas Almuslim, UNIKI dan OKP Kabupaten Bireuen. Ini menandai bahwa diskursus kebebasan pers kini mendapat ruang dalam birokrasi lokal.

 

Diskusi panel turut disemarakkan dengan penampilan musik akustik dari Safira serta pembacaan puisi oleh Abiet dan Mutia. Pada akhir kegiatan, seluruh narasumber menerima piagam penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka dalam memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia di Kabupaten Bireuen.

 

 

Teuku Fajar Al-Farisyi

Pos terkait