INDONESIA INVESTIGASI
BIREUEN – Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Bireuen menggelar kegiatan sosialisasi adat istiadat Aceh pada Rabu, 30 April 2025, bertempat di Wisma Bireuen Jaya. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan, mempromosikan, serta memperkuat pemahaman masyarakat terhadap adat istiadat, khususnya di wilayah Kabupaten Bireuen.
Plt. Sekretaris MAA Bireuen, Tarmizi, ST., MM, dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 35 peserta yang terdiri dari pengurus MAA, tokoh adat, dan perwakilan lembaga terkait. Sosialisasi berlangsung selama satu hari penuh, dan para peserta difasilitasi dengan konsumsi serta transportasi.
Wakil Bupati Bireuen, H. Ir. Razuardi, MT, secara resmi membuka kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya pelestarian budaya sebagai identitas daerah. “Kita harus terus menyelamatkan dan mengembangkan budaya adat istiadat agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Budaya kita yang sederhana namun berakar kuat harus terus dijaga,” ujarnya.
Wabup juga berharap agar kekayaan budaya Aceh tidak hanya dikenal secara lokal, tetapi juga dapat dikenal luas hingga tingkat nasional, bahkan internasional.
Ketua MAA Kabupaten Bireuen, Drs. H. Ridwan Khalid, yang didampingi Wakil Ketua Ridwan Muhammad, SE., M.Si, dan H. Yusri Abdullah, S.Sos, mengharapkan agar para peserta mampu mengimplementasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menegaskan bahwa penyelesaian perkara adat sebaiknya dilakukan melalui mekanisme hukum adat di tingkat mukim dan gampong.
“Adat istiadat bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan bagian penting dari jati diri dan tata nilai masyarakat yang harus terus dilestarikan,” ujarnya.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengurus lembaga adat dalam menjalankan peran dan fungsinya. Diharapkan ada peningkatan kualitas manajemen dan administrasi kelembagaan adat serta motivasi yang lebih tinggi dalam menyampaikan nilai-nilai adat kepada masyarakat.
“Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat peran lembaga adat sebagai penjaga nilai dan penyelesai konflik di masyarakat,” tutup H. Ridwan Khalid.
Teuku Fajar Al-Farisyi