Indonesia Investigasi
BIREUEN — Di tengah beratnya musibah banjir yang melanda Kabupaten Bireuen, kehadiran Ibu Illiza Sa’aduddin Djamal memberikan dorongan semangat baru bagi para relawan yang bekerja siang dan malam tanpa henti. Dalam kunjungannya ke pos relawan RAPI Bireuen, beliau secara khusus menanyakan perkembangan tugas lapangan kepada Muhammad Yanis, Waka 1 RAPI Bireuen.
Dengan penuh perhatian, Ibu Illiza bertanya,
“Kapan RAPI mulai aktif bergerak saat banjir?”
Muhammad Yanis menjawab dengan tegas bahwa RAPI Bireuen sudah aktif sejak 27 November 2025 pukul 03.00 dini hari, tepat pada saat air mulai naik drastis dan banyak warga terjebak di rumah masing-masing.
Tanpa menunggu instruksi panjang, para relawan langsung turun ke lokasi, menyusuri arus banjir dalam gelapnya malam. Mereka bergabung bersama tim Bentang Adventure, menggunakan perahu darurat untuk mengevakuasi warga yang terperangkap, dari anak-anak hingga orang tua yang sakit.
Hujan deras, derasnya arus, dan minimnya penerangan tidak menghalangi langkah mereka.
Yang membuat Ibu Illiza terharu adalah fakta bahwa ketika hampir semua jaringan komunikasi padam, hanya radio komunikasi RAPI yang tetap menyala.
Melalui perangkat sederhana itu, laporan bencana, permintaan bantuan, dan koordinasi penyelamatan tetap bisa berjalan.
Beliau mengakui sepenuhnya bahwa peran RAPI sangat vital, dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai seseorang yang juga bagian dari keluarga besar RAPI, Ibu Illiza memahami nilai pengabdian yang tidak banyak diketahui publik—pengabdian yang sunyi tetapi menyelamatkan banyak nyawa.
Kunjungan tersebut menjadi momen yang menguatkan seluruh relawan.
Setelah berhari-hari bekerja tanpa tidur cukup, dengan pakaian basah dan tubuh kelelahan, perhatian seorang pemimpin yang peduli seperti Ibu Illiza bagaikan energi baru yang membangkitkan moral mereka.
RAPI Bireuen menegaskan bahwa mereka tidak bekerja untuk penghargaan atau pujian.
Pengabdian sejak dini hari tanggal 27 November itu dilakukan murni demi keselamatan masyarakat.
Di tengah gelombang bencana, relawan-relawan inilah yang berdiri paling depan—menyisir banjir, membuka jalur komunikasi, dan memastikan Bireuen tidak pernah dibiarkan sendiri.
Cek mus
