Semarang, Jawa Tengah – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, mengajak masyarakat untuk terus membumikan Pancasila melalui pengamalan nilai-nilainya seperti inklusivitas, toleransi, dan gotong royong. “Hal ini sebenarnya sudah dilaksanakan masyarakat di Jawa Tengah, khususnya dalam hal toleransi dan penghormatan terhadap agama lain yang sangat dirasakan di sini,” ujar Nana dalam peringatan Hari Lahir Pancasila Tingkat Provinsi Jateng di halaman kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Semarang, Sabtu (1/6/2024).
Jawa Tengah dikenal dengan tingginya tingkat toleransi dan gotong royong, terlihat dari kebiasaan masyarakat yang saling membantu saat ada permasalahan. “Sikap inklusivitas ini sudah dimulai dari hal kecil seperti pendidikan dan pekerjaan, kita terus bahu-membahu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jateng,” tambah Nana.
“Di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi inklusivitas, toleransi, dan gotong royong. Keberagaman merupakan berkat yang dirajut dalam identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika,” kata Nana.
“Di Jawa Tengah sendiri saya kira bagus. Kami masuk dalam Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) di Jawa Tengah. Kami dari berbagai etnis, suku, agama, dan budaya di Semarang, khususnya, hidup rukun. Dan pada umumnya di Jateng, kita baik-baik saja, tidak ada masalah,” kata Sam Wakum, tokoh Papua di Jawa Tengah yang hadir.
Pihaknya turut menjaga kondusivitas dengan menjaga komunikasi dengan berbagai pihak di Jawa Tengah agar selalu menjaga kebhinekaan. Menurutnya, komunikasi langsung ke lapangan dapat menjaga kebhinekaan di masyarakat.
Ketua Himpunan Masyarakat Nias di Jateng, Etika Halawa, menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejauh ini terus menjaga kebhinekaan. Pemprov selalu memediasi dan memfasilitasi pertemuan antaretnis. “Kami diberikan kantor sekretariat di Gedung Wisma Perdamaian. Itu bentuk perhatian dan toleransi dari pemerintah kepada kami masyarakat dari berbagai etnis,” ujarnya, memuji langkah Pemprov Jateng.
(Red)
Sumber: Diskominfo Provinsi Jawa Tengah